Sejarah Lawang Sewu Semarang, Lawang Sewu adalah salah satu ikon bersejarah yang berdiri megah di pusat Kota Semarang, Jawa Tengah. Para arsitek Belanda membangun bangunan ini pada masa kolonial antara tahun 1904 hingga sekitar tahun 1907. Mereka memberi nama Lawang Sewu yang berasal dari bahasa Jawa dan berarti “seribu pintu,” meskipun jumlah pintunya tidak benar-benar mencapai seribu. Mereka memilih nama tersebut karena bangunan ini memiliki banyak pintu dan jendela besar yang berfungsi sebagai ventilasi alami. Arsitek Belanda dari perusahaan kereta api Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) merancang Lawang Sewu untuk dijadikan kantor pusat mereka di Semarang.
Bangunan ini mengusung gaya arsitektur Eropa klasik yang dipadukan dengan elemen tropis sesuai iklim Indonesia. Struktur bangunan ini terdiri dari beberapa lantai dengan ruang-ruang yang luas, koridor panjang, serta kubah menara yang menjulang. Pada masa penjajahan Jepang, tentara Jepang mengambil alih Lawang Sewu dan menggunakan bangunan ini sebagai markas militer. Mereka juga memanfaatkan ruang bawah tanah sebagai penjara. Banyak kisah sejarah mencatat bahwa tempat ini menjadi saksi bisu peristiwa tragis saat pertempuran lima hari di Semarang pada Oktober 1945, ketika para pejuang Indonesia bertempur melawan tentara Jepang.
Asal Usul dan Pembangunan Lawang Sewu
Lawang Sewu berdiri sebagai saksi bisu perjalanan sejarah kolonial di Indonesia, khususnya di Semarang. Pemerintah kolonial Belanda melalui perusahaan kereta api Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) membangun gedung ini pada tahun 1904. Pembangunannya bertujuan untuk menjadi kantor pusat administrasi NIS yang kala itu berkembang pesat di Pulau Jawa. Dengan desain arsitektur megah khas Belanda, Lawang Sewu memadukan gaya art deco dan Eropa klasik yang membuatnya tampak anggun serta monumental.

Arsitek Belanda bernama Prof. Jacob F. Klinkhamer dan B.J. Quendag merancang gedung ini dengan konsep berlapis. Mereka memanfaatkan pencahayaan alami dan ventilasi udara secara optimal. Tidak heran jika bangunan ini memiliki banyak pintu dan jendela besar yang memudahkan sirkulasi udara tropis. Nama “Lawang Sewu” sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti “seribu pintu”, meskipun jumlah pintu sebenarnya tidak mencapai angka seribu. Banyaknya pintu dan jendela membuat masyarakat sekitar menyebutnya dengan nama tersebut.
Simbol Kemajuan Transportasi di Masa Kolonial
Pada awal abad ke-20, perkembangan transportasi kereta api di Jawa Tengah memerlukan pusat operasional yang terorganisir. Lawang Sewu menjadi pusat komando jaringan kereta api milik NIS. Gedung ini dilengkapi berbagai ruangan kerja, arsip, dan fasilitas modern pada zamannya. Keberadaan Lawang Sewu melambangkan kemajuan teknologi dan pengaruh ekonomi kolonial Belanda di Semarang.
Di masa jayanya, gedung ini menjadi titik strategis yang menghubungkan jalur kereta api dari Semarang ke berbagai wilayah penting di Jawa. Setiap detail bangunan dirancang untuk memperkuat fungsi administratifnya. Dengan luas area yang mencapai 18.232 meter persegi, Lawang Sewu tampak megah dan kokoh.
Artikel Rekomendasi :
Sejarah Candi Prambanan
Sejarah Candi Borobudur
Kasus Hak Cipta Musik Nuansa Bening
Peluang Usaha Modal Kecil dengan Keuntungan Besar
Festival Musik dan Konser Terbesar Tahun Ini Harus Dikunjungi
Peran Lawang Sewu pada Masa Pendudukan Jepang
Seiring berjalannya waktu, Semarang mengalami pergantian kekuasaan dari Belanda ke Jepang pada tahun 1942. Lawang Sewu pun beralih fungsi menjadi markas militer Jepang. Ruang bawah tanah yang sebelumnya digunakan untuk instalasi air kini dimanfaatkan sebagai penjara dan tempat penyiksaan. Kisah kelam masa pendudukan Jepang ini menjadi bagian penting dalam catatan sejarah Lawang Sewu.
Banyak saksi sejarah mengungkap bahwa gedung ini menjadi lokasi pertempuran sengit pada peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang pada Oktober 1945. Para pejuang Indonesia berhasil merebut Lawang Sewu dari tentara Jepang, menjadikannya simbol perjuangan rakyat melawan penjajah.
Misteri dan Kisah Mistis di Balik Keindahan
Lawang Sewu tidak hanya terkenal karena nilai sejarahnya, tetapi juga cerita mistis yang menyelimuti bangunannya. Banyak orang percaya bahwa gedung ini dihuni oleh makhluk gaib, terutama di ruang bawah tanah dan lorong-lorong gelapnya. Cerita tentang penampakan sosok noni Belanda atau bayangan tentara Jepang kerap menjadi bahan pembicaraan.
Meski penuh kisah misteri, Lawang Sewu tetap menarik minat wisatawan. Banyak orang datang untuk merasakan sensasi unik menjelajahi bangunan tua yang memiliki aura mistis sekaligus estetika arsitektur kolonial.
Restorasi dan Fungsi Lawang Sewu Saat Ini
Setelah bertahun-tahun terbengkalai, pemerintah bersama PT Kereta Api Indonesia melakukan restorasi besar pada Lawang Sewu. Restorasi ini bertujuan mengembalikan keindahan arsitektur asli sekaligus menjaga nilai sejarahnya. Kini, Lawang Sewu berfungsi sebagai destinasi wisata sejarah dan edukasi.
Wisatawan dapat menikmati keindahan bangunan berlantai tiga ini, menjelajahi setiap sudut ruangan, serta mempelajari sejarah kereta api Indonesia. Ruangan pameran, arsip foto, dan koleksi benda antik menambah daya tarik Lawang Sewu sebagai tempat wisata edukatif.
Keunikan Arsitektur Lawang Sewu
Keindahan Lawang Sewu terletak pada detail arsitekturnya. Bangunan ini memiliki menara kembar yang menjulang di bagian depan, lengkap dengan ornamen khas Eropa. Lantai tegel berwarna-warni dan jendela kaca patri menambah kesan klasik. Struktur bangunan yang memanfaatkan pencahayaan alami menciptakan suasana sejuk di dalam ruangan meskipun cuaca Semarang panas.
Setiap pintu dan jendela memiliki desain unik, menegaskan identitas arsitektur Belanda pada masa itu. Keunikan inilah yang membuat Lawang Sewu sering menjadi lokasi pemotretan, prewedding, hingga pembuatan film.
Baca Juga :
12 Tempat Hiburan Malam Terkenal
Warga Israel Boikot Film Superman
Hobi yang Bisa Menghasilkan Uang
Lawang Sewu sebagai Ikon Pariwisata Semarang
Lawang Sewu kini menjadi ikon pariwisata kota Semarang. Setiap tahunnya, ribuan wisatawan lokal maupun mancanegara berkunjung untuk melihat langsung keindahan dan keanggunannya. Pemerintah Kota Semarang bersama pengelola terus mengadakan berbagai acara budaya dan festival untuk menarik minat wisatawan.
Selain itu, Lawang Sewu sering menjadi lokasi acara seni, pameran foto, hingga konser musik. Dengan konsep konservasi yang modern, bangunan ini tetap terawat tanpa kehilangan nilai historisnya.
Nilai Sejarah dan Warisan Budaya
Lawang Sewu bukan sekadar bangunan kolonial, tetapi juga warisan budaya yang mencerminkan perjalanan panjang Semarang dari masa ke masa. Gedung ini menyimpan kisah tentang penjajahan, perlawanan, dan kemajuan teknologi transportasi. Setiap sudutnya menyimpan memori tentang kehidupan masa lalu yang patut dilestarikan untuk generasi mendatang.
Pemerintah menjadikan Lawang Sewu sebagai cagar budaya yang dilindungi. Upaya pelestarian ini penting untuk menjaga identitas sejarah bangsa. Melalui kunjungan ke Lawang Sewu, masyarakat dapat belajar menghargai perjuangan masa lalu sekaligus menikmati keindahan arsitektur klasik yang langka.
Penutup
Sejarah Lawang Sewu Semarang adalah cerita tentang keindahan arsitektur kolonial, perjuangan rakyat melawan penjajah, serta transformasi menjadi ikon wisata modern. Dari kantor pusat NIS, markas militer Jepang, hingga destinasi wisata, Lawang Sewu membuktikan bahwa bangunan tua bisa menjadi saksi peradaban sekaligus aset budaya yang tak ternilai.
Kini, Lawang Sewu tidak hanya menjadi objek wisata populer, tetapi juga pengingat tentang pentingnya melestarikan sejarah. Dengan kombinasi estetika, edukasi, dan cerita mistisnya, Lawang Sewu akan terus menjadi magnet bagi siapa pun yang ingin memahami jejak masa lalu Semarang.
4 thoughts on “Sejarah Lawang Sewu Semarang: Jejak Kolonial dan Misteri di Balik Ribuan Pintu”